Bali Terkini- Beberapa pengusaha di sektor pariwisata Nusa Penida mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap maraknya hotel dan restaurant yang beroperasi tanpa izin resmi.
Salah satu pengusaha, Nengah Setar, menyoroti dampak negatif dari keberadaan bisnis ilegal ini.Menurut Nengah Setar, pertumbuhan pesat akomodasi wisata di Nusa Penida telah menciptakan persaingan ketat di industri hospitality.
Namun, di balik pesatnya pertumbuhan itu, masih banyak hotel dan restaurant yang tidak memiliki izin operasional resmi.
Masalah ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka tidak membayar Pajak Hotel dan Restaurant (PHR).
“Saya bayar pajak Rp 200 juta per bulan, sementara pengusaha yang tidak berizin, banyak yang tidak membayar pajak,” ungkap Nengah Setar
Pengusaha yang telah taat membayar pajak ini juga menyoroti kelemahan dari Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam menangani masalah ini.
Menurutnya, penegakan hukum terhadap hotel dan restaurant ilegal terkesan kurang tegas, bahkan ada indikasi pembiaran.
Hal ini mengakibatkan kerugian finansial bagi pengusaha yang mematuhi regulasi dan membayar pajak dengan benar.
“Saya merasa dirugikan. Kalau terus seperti ini, saya tidak mau bayar pajak yang tertunggak saat Covid-19,” tambahnya.
Pada masa pandemi Covid-19, Nengah Setar mengalami kesulitan finansial yang semakin diperburuk oleh kewajiban membayar tunggakan pajak yang mencapai Rp 1,9 miliar.
Meskipun mendapat keringanan dengan sistem mencicil, jumlah total yang harus dibayarnya termasuk denda dan bunga melebihi Rp 2,3 miliar.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Klungkung, I Dewa Putu Griawan, menegaskan bahwa hotel dan restaurant yang tidak memiliki izin di Nusa Penida tetap dikenakan kewajiban pajak. (dkk)